Aku putuskan untuk sejenak menepi dari riuhnya dunia medsos. Terutama Instagram. Aku tahu bahwa media sosial itu hanyalah penunjang dan kita sendiri yang memiliki kendali. Tapi sepertinya aku mulai tertular penyakit ‘ketergantungan’ meski aku termasuk yang jarang mengupdate. Bisa dibilang, aku hanya pemantau, suka mencari jejak, sekedar kepo. Tapi kesini-sini hawa diri untuk ingin tampil, ingin dilihat semakin menjadi. Belum lagi postingan-postingan motivasi penuh mengundang rasa baper, tanya motivasi apa? Kamu lebih tahulah apa yang kumaksudkan.
Belum lagi postingan-postingan yang menunjukkan tempat main, kongkow-kongkow terbaru. “Ah itu kamunya aja kali, hasad, suka su’udzon!”. Mungkin begitu, dan aku menghindari itu. Justru aku stop daripada terus berlanjut. Karena dzon atau prasangka itulah yang tanpa sadar melarutkan amalan kita, bagai gula yang larut oleh air.
Sejenak menepi, menjauh.
Mencoba hidup tenang dengan dunia Facebook yang tak sehingar-bingar Instagram. Alhamdulillah di akun ini lingkaran pertemanannya dengan orang-orang baik, yang dulu, ketika aku hijrah pertama kali. Pemahamanku bertambah, karena mereka yang sering sharing postingan bermanfaat sampai saat ini. Jauh dari postingan galau-galau macam aku ini. Huhu.