Patah Tumbuh

Aku bukan tak pernah patah. Kupikir, jika rasa yang mengembang ini memang sudah pada fitrahnya maka akan sampai pada takdir yang benar. Sesekali aku coba mengeja perasaan. Sebentuk hati yang Ia kirim untuk dijaga. Bukan untuk diumbar, bahkan diobral. Maka pikirku, diam adalah penjagaan yang terbaik.

Aku bukan tak pernah patah. Hampir menyerah pun sudah kulalui. Melewati proses pendewasaan diri yang tak cukup sekali jumpa. Setitik temu, bias. Seteguk asa, hilang. Jika diibaratkan sebuah kertas, ia sudah tertulis berkali-kali, dan dihapus dengan jumlah yang sama.
Aku bukan tak pernah patah. Rasanya ingin membenamkan diri pada lumpur hitam di hutan sepi. Ingin teriak tanpa seorangpun mendengar. Ingin berlari sejauh mungkin, tapi kemudian sadar. Tidak ada yang mengejar. Tak peduli.
Aku bukan tak pernah patah. Namun besar yakinku, Allaah tak pernah lupa padaku. Ia bentangkan kasih sayangNya seluas timur dan barat. Ia merengkuhku dalam pelukan doa-doa mendalam. Dia menghiburku dari luka-luka yang pernah aku rasakan, dalam sujud panjang.
In Him, I put my trust.
Takdirku akan berjalan dengan baik, sesuai skenario terhebat ciptaanNya.
“…dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, duhai Rabbku..” Qs. Maryam: 4
0 Shares:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like

Kursi

Kursi-kursi di sekitarku masih kosong, silahkan saja kamu duduki. Tidak akan ada yang melarang. Danau seluas ini, tidak…

Berisik

Pagi ini jalanan lebih berisik dari biasanya. Apa itu berasal dari pikiranku sendiri yang riuh saja? Ah entahlah,…

Sebuah Benteng

google.com Dahulu kala benteng dibuat oleh sekelompok orang untuk berlindung dari serangan kelompok lain atau berguna sebagai tanda…